MEMBANGUN RASA NASIONALISME
“…..untuk membentuk
suatu Pemerintah Negara Indonesiayang melindungi segenap bangsa
Indonesiadan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa,
dan ikut melaksanakan ketertiban dunia….”
Sepotong kutipan pembukaan
UUD 1945 tersebut mengandung makna nasionalisme yang terkadang untuk sebagian
orang adalah abstrak. Benar, bahwa persoalan nasionalisme bukanlah persoalan
ketika masyarakat lebih memilih negara lain ketimbang negara sendiri, namun
bukankah perlahan-lahan dan terus-menerus terjadi justru akan menimbulkan
hilangnya rasa cinta tanah air?
Beberapa waktu yang
lalu,saat sipadan ligitan menjadi milik tuan Malaysia dan kemudian menyusul
Sebatik, tontonan akan masyarakat di wilayah terdepan Indonesiatersebut
memperlihatkan betapa masyarakat Indonesialebih memilih melakukan aktivitas di
wilayah negara lain. Bagaimana tidak, sekolah, puskesmas, gedung bulog dan
fasilitas sosial lainnya disediakan oleh negara tetangga, sementara
Indonesiayang bersikeras mengakui wilayah tersebut adalah wilayahnya, tidak
melakukan apa-apa.
Jika masyarakat di
Wilayah Perbatasan lebih cenderung bersosialisasi dan memberikan kontribusinya
kepada Negara tetangga artinya dengan mudahnya Negara Tetangga dapat mengklaim
pulau tersebut. Dan jika pulau tersebut telah dirampas artinya akan semakin
sempit wilayah Indonesiadan semakin terbatas pula pemanfaatan sumber daya alam
oleh masyarakat kita, sehingga kesejahteraan yang tertuang dalam alinea
ke-empat UUD 1945 tidak dapat diwujudkan.
Masyarakat
Indonesiabereaksi hanya ketika pulau tersebut akan direbut. Kemana saja kita
ketika warga masyarakat yang ada disana membutuhkan akses agar tetap hidup?
Sama halnya ketika batik diklaim oleh negara lain, kita, masyarakat
Indonesialangsung beramai-ramai mengubah trend batik dari yang
dulunya hanya dipakai pada acara-acara khusus saat ini telah banyak digunakan
menjadi fashion kelas nasional, bahkan kita menetapkan hari
khusus batik
Mungkin dengan sedikit
pukulan keras dari negara lain, bangsa Indonesiadapat lebih mencintai negaranya
sendiri. Nasionalisme atau rasa cinta tanah air melambangkan kesadaran untuk
mencintai bangsa dan negeri sendiri dengan bersama-sama mencapai,
mempertahankan, dan mengabdikan identitasintegritas, dan kekuatan bangsa yang berdasar
pada semangat kebangsaan. Tampak berat maknanya ketika kita harus membacanya,
namun nasionalisme itu bukan menuntut kita untuk membaca, tetapi juga bagaimana
memunculkan rasa nasionalisme itu.
Mungkin bagi kita, kaum
muda yang kata bang Haji Rhoma Irama “masa muda adalah masa yang
berapi-api” akan dengan mudahnya mengansumsikan bahwa jiwa kita adalah
jiwa yang nasionalis oleh karena kita peduli terhadap kondisi bangsa. Pedulinya
generasi muda yang dimaksudkan saat ini adalah dengan diam-diam mencibir
pemerintah Indonesialewat berbagai media sosial,seperti, twitter,
facebook, dll, melakukan demo yang anarkis, memerangi ketidakadilan
dengan membakar lambang negara dan gambar orang nomor satu di Negeri sendiri.
Apakah dengan melakukan semua itu keadaan akan berubah. Tidak !
Sebagai generasi muda
kita dituntut untuk cerdas dalam memaknai rasa nasionalisme itu sendiri.
Bacalah, lalu kemudian tuliskan. Artinya, pahami masalahnya, kemudian tuliskan
demi perubahan yang lebih baik. Menginginkan agar suara kita diperhatikan tidak
mesti dengan mengolok-olok dengan kata-kata kasar ataupun dengan demo yang
anarkis, tapi kita bisa lebih menuliskannya di rubrik-rubrik demokrasi yang
sangat luas tersebar dan tidak terbatas. Bukankah menginspirasi banyak orang
untuk menumbuhkan rasa nasionalisme melalui tulisan akan lebih baik ketimbang
harus berpanas-panasan di jalan dan merusak fasilitas masyarakat?
Mari jadi generasi muda
yang kreatif, jangan reaktif.
Comments